LAMPUNG SELATAN, – Perwakilan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, yang wilayahnya ada pembangkit panas bumi, maupun baru akan dibangun, datang ke Jakarta, 17 Juli lalu. Mereka menyampaikan dampak yang terjadi di lapangan dan menyuarakan kekhawatiran ancaman serupa terjadi di proyek yang baru akan dibangun.
Alfarhat Kasman, dari Devisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) kepada wartawan mengatakan, proyek panas bumi membuat masyarakat sekitar was-was. Berbagai dampak buruk, katanya, berisiko terjadi ketika ada pembangkit panas bumi. Antara lain, pembangkit geothermal ini rakus air hingga perlu banyak air untuk dalam proses produksinya juga mengancam keselamatan warga.
Merujuk penjelasan KESDM, pemerintah menargetkan pengembangan panas bumi satu dasawarsa kedepan (2020-2030) mencapai 8.007,7 MW. Dengan kapasitas terpasang saat ini, 2.130,7 MW, masih perlu sekitar 177 pengembangan panas bumi dengan kapasitas sekitar 5.877 MW sampai 2030.
Melky Nahar, Koordinator Nasional Jatam mengatakan, pengembangan tambang panas bumi selain tak melibatkan warga dalam proses penyusunan, juga terbukti berkali-kali menjadi “ladang kematian” bagi warga maupun pekerja. Masyarakat Indonesia, perlu tahu kalau ekstraksi panas bumi terbukti menyebabkan gempa picuan.
Sementara pada Sabtu, 3 Februari 2024 lalu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai mitigasi krisis iklim yang digembor-gemborkan pemerintah mengabaikan kepentingan masyarakat adat. Sejumlah kebijakan pemerintah, di antaranya berupa perdagangan karbon dan transisi energi, justru dianggap menjadi ancaman baru terhadap masyarakat adat di sejumlah daerah.
” Pemerintah tak pernah memandang masyarakat adat sebagai aktor kunci dalam aksi mitigasi dan adaptasi krisis iklim,” kata Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi.
Lalu bagaimana rencana eksplorasi panas bumi gunung Rajabasa di Kabupaten Lampung Selatan. Beberapa tahun lalu, tepatnya pada tahun 2014 , Kementerian Kehutanan yang saat itu Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengeluarkan izin untuk eksplorasi panas bumi Gunung Rajabasa seluas 50 hektare oleh PT SERB dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK) Nomor 422/MENHUT-II/2014.
Dari 5200 ha luas hutan lindung gunung rajabasa, sudah lebih dari 50% hutan lindung beralih fungsi menjadi kebun rakyat. Dimana 50 ha hutan lindung register 3 Gunung Rajabasa akan dieksplorasi energi panas bumi atau geotermal (geothermal) oleh pihak PT Supreme Energy Rajabasa (SERB).
Meski mendapatkan penolakan dari masyarakat, Supreme Energy Rajabasa (SERB) menyatakan siap mengeksplorasi panas bumi di Gunung Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung menyusul telah dikeluarkannya surat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) oleh Kementerian Kehutanan pada 25 April 2014.
Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan mengungkapkan rencana pemanfaatan panas bumi di kawasan Gunung Rajabasa Lampung Selatan untuk pembangkit listrik perlu memperhatikan kelestarian kawasan hutan yang ada di kawasan tersebut.
Ia mengatakan, pemanfaatan panas bumi Gunung Rajabasa untuk pembangkit listrik tentunya akan memberikan nilai tambah pada ketersediaan daya listrik yang cukup bagi masyarakat.
Namun, upaya tersebut haruslah melalui sebuah kajian dan analisis yang matang. Sehingga tidak berdampak buruk pada kondisi kawasan hutan di gunung tersebut.
“Kita tetap harus melihat sisi positif dari rencana tersebut. Pengeboran panas bumi tidak sama dengan pengeboran mineral gas seperti Lapindo. Namun tetap kita perlu memperhatikan kelestarian kawasan tersebut,” ujar Zulkifli Hasan saat melakukan kunjungan ke Desa Tetaan Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan, Jumat , 21 Sepetember 2012.
Dikutip Ekonomi.Bisnis.com , Minggu 8 Januari 2023, Inpex Geothermal Ltd mengakuisisi seluruh kepemilikan saham Engie sebesar 31,45 persen di PT Supreme Energy Rajabasa pekan ini. Akuisisi itu sekaligus menandakan hengkangnya Engie, perusahaan energi asal Prancis, dari portofolio panas bumi di Indonesia.
Adapun, PT Supreme Energy Rajabasa merupakan anak usaha PT Supreme Energy yang didirikan pada 2008 lalu untuk mengoperasikan blok panas bumi di Gunung Rajabasa, Lampung Selatan dengan potensi panas bumi 220 megawatt (MW).
Lewat aksi akuisisi itu, kepemilikan saham PT Supreme Energy Rajabasa saat ini dipegang oleh PT Supreme Energy, Sumitomo Corporation, dan Inpex Geothermal Ltd.
“Engie memang memutuskan untuk keluar dari beberapa negara, termasuk Indonesia. Ini juga kelanjutan dari divestasi sebelumnya di PT Supreme Energy Muara Laboh dan PT Supreme Energy Rantau Dedap,” kata Presiden Direktur dan CEO Supreme Energy Nisriyanto kepada Bisnis, Minggu (8/1/2023).
Dengan potensi panas bumi sebesar 220 megawatt (MW) yang terletak di Gunung Rajabasa di Kabupaten Lampung Selatan, bagaimana pendapat anda . Bersambung.
( or)