Diduga Ada Muatan Politik, LO NE : Soal Somasi ke Kandidat Petahana Ngawur

oleh -23 views
Liaison Officer (LO) Tim Nanang Ermanto, Pantra Agung Oki Riyanto, SH., MH

Lampung Selatan – Liaison Officer (LO) Tim Nanang Ermanto, Pantra Agung Oki Riyanto, SH., MH mengatakan somasi yang dilayangkan YLBH 98 selaku kuasa hukum dari Yusar terhadap kandidat petahana Bupati Lampung Selatan tersebut diduga sarat bernuansa politis.

Terlebih lagi somasi tersebut ngawur, tanpa dasar dan dalil hukum yang jelas serta somasi tersebut diringi dengan publikasi oleh media yang cukup massif menjelang helatan pilkada 2024.

Dilansir dilaman harianpilar.com , dalil somasi tersebut hanya berdasarkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) hasil penyidikan Akbar Bintang Putranto (ABP) sebagai tersangka dan keterangan terdakwa ABP dalam persidangan di PN Tanjung Karang dalam perkara tipu gelap yang dilaporkan oleh Yusar terhadap ABP di Polresta Bandarlampung pada 2020 silam.

“Dasar melayangkan somasi itu apa? Apakah ada perikatan, surat atau akte perjanjian? Saya fikir dalil somasi itu hanya sebatas opini pribadi atau juga mungkin sebuah narasi halusinasi. Atau bisa saja hal ini merupakan bagian dari manuver politik demi kepentingan pihak tertentu yang memiliki kepentingan politik di Lampung Selatan,” ujar Oki Pantra Agung, Selasa 6 Agustus 2024.

Menurut Oki, mestinya pihak Yusar yang didampingi oleh tim kuasa hukum dapat memahami, bahwa tidak ada dalam amar putusan dengan nomor 467 / Pid.B/2023/PN/TJK dalam perkara tipu gelap dengan terdakwa ABP itu memerintahkan untuk menindaklanjuti fakta hukum persidangan.

Dalam artikel berita tersebut jelas , Yusar disebut meminta majelis hakim PN Tanjung Karang harus memerintahkan Polri selaku pihak yang berwenang menindaklanjuti keterangan dari terdakwa sesuai amar putusan nomor 467 tahun 2023 itu.

“Perlu dipahami, ada perbedaan makna hukum yang tegas antara fakta persidangan dan fakta hukum. Fakta persidangan itu fakta saksi, fakta terdakwa, barang bukti, dan fakta pembelaan dalam persidangan. Sedangkan fakta hukum adalah fakta yang tak terbantahkan. Jadi, hal-hal yang masih dipertentangkan antara alat bukti satu dengan lainnya dalam fakta persidangan tidak dapat menjadi fakta hukum,” tutur Oki.

“Secara umum, yang menjadi amar putusan pengadilan untuk ditindaklanjuti adalah fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Maksudnya adalah fakta yang tidak terbantah atau yang bersesuaian satu sama lain berdasarkan keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta barang bukti yang relevan. Artinya siapa pun bisa mendalilkan sesuatu, namun demikian barang siapa yang mendalilkan harus bisa membuktikannya. Menjadi lucu jika hanya berdasarkan keterangan sepihak dalam persidangan yang tidak didukung bukti yang relevan menjadi sebuah fakta hukum,” kata Oki Pantra.

Lebih lanjut Oki mengungkapkan, bahwa perkara dengan nomor 467 / Pid.B/2023/PN/TJK dalam perkara tipu gelap dengan terdakwa ABP tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau incrah. Dengan begitu, terus Oki, baik putusan, fakta hukum maupun fakta persidangan sudah tidak dapat lagi dilakukan upaya hukum lanjutan.

Meski telah didampingi oleh kuasa hukum, Oki mengaku sedikit agak geli dengan pernyataan Yusar di sejumlah media dengan melayangkan somasi berdasarkan dalil-dalil yang sejatinya merupakan hanya opini pribadi dibandingkan dalil hukum. Maka itu, Oki menduga pelayangan somasi tersebut lebih cenderung mengharapkan dampak sensasional dibanding dampak hukumnya.

Bahkan hanya tinggal hitungan 100 hari lagi menjelang pilkada, Oki tak menampik jika isu liar dengan nuansa politis memang kerap diluncurkan oleh pihak lawan politik. Terlebih lagi dengan kondisi fakta yang tak terbantahkan jika elektabilitas kandidat petahana Bupati Lampung Selatan Hi Nanang Ermanto masih bertengger di pamuncak sebagai kandidat yang paling populer.

“Isu liar bahkan fitnah yang makin gencar merupakan konsekuensi logis bagi kandidat calon kepala daerah yang memiliki elektabilitas paling tinggi. Bahkan dari data teranyar, gap atau selisih elektabilitas pak Nanang Ermanto jauh meninggalkan kandidat-kandidat lainnya. Apalagi ini hanya tinggal sekitar 100 hari lagi jelang pemilihan bupati dan wakil bupati, tentunya segala cara bakal dilakukan demi kepentingan politik sesaat. Ya cukup kami maklumilah, karena hal seperti ini juga terjadi menimpah kami pada pilkada sebelumnya pada 2020 silam,” tukas Alumni Fakultas Hukum Unila 2017 ini.

(or/row)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *