LAMPUNG SELATAN,- Pekerja Pers di Kabupaten Lampung Selatan, Ricky Oktoro Wiwoho (ROW) mengungkapkan adanya sebuah fenomena yang cukup menarik belakangan ini, yang mana fenomena itu ternyata bagian dari sebuah strategi politik. Menurut dia, akhir-akhir ini banyak pengamat politik dari kalangan akademisi cawe-cawe tampil di media, terlebih lagi menjelang meningkatnya eskalasi politik di suatu daerah dalam helatan pilkada.
“Muatan berita dengan narasumber seorang pengajar dari perguruan tinggi ternama yang diembel-embeli pengamat, tentunya dirasa lebih memiliki bobot jika disebar luaskan sebagai bahan bacaan untuk publik,” ujar dia dalam sebuah bincang santai, Jumat 18 Oktober 2024.

Namun demikian, menurutnya fenomena tersebut faktanya tidak lah memberikan nilai lebih apalagi edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Karena apa yang disampaikan adalah sebuah pesan propaganda yang syarat dengan kepentingan politik.
Apa yang diharapkan oleh masyarakat dari seorang yang dianggap pintar adalah pendapat keahliannya. Sebuah terobosan pikiran atau sebuah analisa yang jeli pada suatu peristiwa. Bisa juga sebuah jawaban yang objektif dari banyak sudut pandang, yang memang sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh banyak orang.
“Seperti ramai soal hasil survey pilkada. Yang disampaikan malah sesuatu yang bersifat normatif. Pendapat yang memang secara umum orang sudah paham dengan perhitungan dasar seperti itu. Padahal yang dinantikan oleh publik adalah sebuah pencerahan pemikiran, sesuatu fakta dari sisi yang berbeda. Maksudnya adalah sesuatu pendapat yang bisa mengungkapkan adanya fakta lain dari berbagai sudut pandang yang berbeda,” ungkapnya.
“Anggaplah narasumber adalah seorang pengamat politik yang memberikan pendapat keahlian di bidangnya. Maksudnya ada sesuatu fakta yang disampaikan dari sudut pandang yang lain. Seperti misalnya, jika lembaga survey tersebut kemungkinan merangkap sebagai konsultan politik, maka menurut dia, bakal ada apa dengan hasil surveynya yang dia sampaikan pendapatnya sesuai dengan kedisiplinan ilmu yang dimilikinya,” imbuh dia.
Namun faktanya, apa yang disampaikan oleh orang pintar itu adalah sebuah pola komunikasi yang linier atas sebuah kepentingan oleh pihak tertentu dalam rangka untuk meyakinkan atau mempengaruhi pemikiran orang. Bukan dalam ranah dialog ilmiah.
“Tidak ada yang istimewa, apa yang disampaikan itu adalah sebuah pesan kepentingan. Agar masyarakat yakin dan percaya, bahwa orang itu yang notabene adalah seorang kandidat memang layak dan pasti menang dalam kontestasi pilkada tersebut. Adalah sebuah pesan propaganda politik yang dikemas cantik dalam tampilan akademisi,” pungkasnya.
(*)