LAMPUNG SELATAN,– Salah satu potensi unggulan peternakan di Kabupaten Lampung Selatan adalah ternak sapi potong Peranakan Ongole (PO). Sapi PO merupakan sumber daya genetik sapi potong lokal yang perlu dilindungi dan dilestarikan berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Nomor 2841/Kpts/LB.430/8/2012 tentang penetapan rumpun sapi PO.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan Ir.Rini Ariasih,MM mengatakan, Kabupaten Lampung Selatan telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit (wilsumbit) sapi PO melalui Kepmentan Nomor 354/Kpts/PK.040/6/2015 tentang penetapan kabupaten Lampung Selatan sebagai Wilayah Sumber Bibit Sapi Peranakan Ongole (PO).
Sapi PO sebagai salah satu rumpun sapi lokal, dan sebagai kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia, harus dilindungi dan dilestarikan.
” Dimana sapi PO ini mempunyai keunggulan, yaitu keseragaman bentuk fisik, Kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan, Ciri khas yang berbeda dengan rumpun sapi asli lokal lainnya, Kemampuan reproduksi yang baik/laju beranak 70%; serta Tahan tehadap penyakit tropis dan parasit,” Kata Rini Ariasih.
Dia menjelaskan berdasarkan data 5 tahun terakhir dari tahun 2019 – 2023, didapati bahwa perkembangan proporsi populasi sapi PO dibandingkan dengan jenis sapi lainnya semakin menurun prosentasenya, dengan rata-rata penurunan 9,25% per tahun.
“Hal ini disebabkan karena angka cross breeding yang sangat tinggi, apalagi dengan statusnya yang sudah F2, F3 bahkan F4 sangat menurunkan status reproduksinya, sehingga menyebabkan tingginya angka kawin berulang, susah bunting dan gangguan reproduksi,” Katanya.
Menurut Rini Ariasih , sapi cross breed mulai populer sejak diberlakukannya program Inseminasi Buatan (IB). Masifnya program IB menyebabkan masyarakat bebas dalam memilih bibit dari pejantan eksotik untuk mengawinkan dengan sapi betina peliharaannya. Tanpa disadari dengan munculnya banyak sapi cross breed timbul beberapa dampak atau masalah di peternakan rakyat.
” Salah satu penyebab alasan tingginya permintaan cross breeding adalah lebih tingginya harga jual sapi hasil cross breed dibandingkan sapi PO. Fenomena ini jika dibiarkan terus berlangung maka akan sangat mengancam terjadinya penurunan populasi karena semakin besarnya jarak kelahiran atau calving interval,” tuturnya.
Demikian pula dengan ketersediaan bibit sapi PO juga menurun baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini karena tingginya angka cross breeding yang menyebabkan tingginya angka kawin berulang dan gangguan reproduksi.
Dengan menurunnya status reproduksi tentu akan mengancam penurunan populasi yaitu dengan semakin besarnya jarak kelahiran (calving interval). Keadaan ini harus segera ditangani dengan mengembalikan indukan sapi ke sapi lokal kita, yaitu sapi peranakan ongole (PO) yang memiliki keunggulan yaitu status reproduksi sangat baik.
” Hal ini juga sejalan dengan tujuan utama dari program crossbreed adalah untuk final stock atau dipotong, bukan untuk dijadikan indukan, sementara untuk pembibitan adalah dengan mempertahankan sapi peranakan ongole (PO),” Kata dia.
Menyikapi hal tersebut , Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan ini menjelaskan maka diperlukan suatu langkah terobosan atau inonasi yang bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi PO termasuk upaya penyediaan bibit sapi PO yang berstandarisasi, mengembalikan indukan sapi ke sapi lokal (sapi PO).
” Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan menginisiasi dengan melaksanakan terobosan/inovasi yang dinamakan GERTAK BERAHI SPONTAN (Gerakan Penyerentakan Berahi Sapi PO dan Inseminasi Buatan) yaitu suatu proses yang digunakan untuk memicu berahi secara simultan dengan melakukan pemeriksaan dan pemberian hormon pada sapi betina PO sehingga memudahkan proses perkawinan dengan inseminasi buatan,” Pungkasnya.
Sementara jika ditinjau dari perhitungan ekonomi sapi PO lebih menguntungkan, karena dengan menurunnya status reproduksi sapi hasil cross breed maka jarak kelahiran semakin tinggi. Jika indukan sapi PO menghasilkan pedet 1 (satu) ekor 1 (satu) tahun, maka hasil sapi cross breed tidak bisa. Indukan hasil cross breed jarak kelahirannya bisa mencapai 2 (dua) atau 3 (tahun) bahkan lebih, bahkan banyak sapi hasil cross breed yang sampai umur lima tahun belum berhasil bunting. Ini artinya secara hitungan ekonomi sapi PO tetap lebih menguntungkan.
Upaya peningkatan populasi tersebut bila tidak disertai dengan manajemen pemeliharaan yang baik, tidak adanya pengawasan pemotongan betina produktif, pencegahan dan pengendalian penyakit, pemberian pakan berkualitas, pengeluaran ternak keluar wilayah Lampung yang tidak terkontrol maka kualitas dan jumlah populasi ternak tersebut akan berkurang drastis.
“Sehingga untuk mencegah gejala penurunan produksi dan populasi dibutuhkan langkah, strategi dan kebijakan yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lampung Selatan dengan perencanaan pembangunan subsektor peternakan yang terarah, terpadu dan bersinergi,” imbuhnya.
GERTAK BERAHI SPONTAN akan dilaksanakan secara bertahap di wilayah kabupaten lampung selatan terutama pada kecamatan yang tinggi populasi sapi PO nya. Untuk tahap awal dilaksanakan di Kec Tanjung Sari 100 ekor pada tgl 30 september, kecamatan Merbau Mataram 50 ekor pada tgl 3 Oktober 2024 dan kec Jati Agung 50 ekor pada tgl 30 september 2024.
Kegiatan tersebut akan dihadiri oleh Kabid Perbibitan dan Produksi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung Ir. Pancawati WL sebagai bentuk dukungan terhadap pelaksanaan inovasi ini
Dengan inovasi GERTAK BERAHI SPONTAN diharapkan akan terwujudnya peningkatan populasi sapi PO dan ketersediaan bibit sapi PO berkualitas sebagai bakal indukan (betina produktif) yang meningkat signifikan setiap tahunnya serta dapat melestarikan plasma nutfah sapi unggulan lokal Kabupaten Lampung Selatan.
(*)