MEDIARI.CO, LAMPUNG,- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim pemerintah telah memberikan subsidi untuk Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg sebesar Rp 30.000 per tabung pada 2024.
Dengan besaran subsidi yang dibayarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tersebut seharusnya harga jual eceran untuk LPG 3 kg sebesar Rp 12.750 per tabung, dari pangkalan resmi Pertamina ke agen penyalur.
Namun kenyataannya, melalui usulan kenaikan HET LPG 3 Kg oleh Himpunan Wiraswasta Nasional (Hiswana) Minyak dan Gas Bumi (Migas) ke Pemprov Lampung , berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/816/V.25/HK/2024 tentang HET LPG 3 kg di Lampung, harga ditetapkan kisaran Rp20.000 dari yang sebelumnya Rp.18.000, dengan menyesuaikan radius penyaluran dari stasiun ke pangkalan serta sub penyalur di wilayah kabupaten setempat, mulai berlaku sejak ditetapkan pada 29 November 2024.
Sementara Area Manager Communication, Relation & CSR Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan, dalam keterangannya di Bandarlampung, beberapa waktu lalu menjamin LPG 3 kg selalu tersedia di pangkalan resmi dengan harga sesuai ketetapan pemerintah.
Keputusan ini membuat masyarakat kecil salah satunya pelaku usaha kecil mikro harus membeli gas elpiji tabung 3 kg dengan harga baru. Dimana sejumlah daerah di Lampung, harga gas melon bersubsidi tembus diatas harga HET dengan Rp.22 ribu di pakalan , dan harga eceran di warung mencapai Rp.27 ribu .
Alih alih mengevaluasi terjadi kenaikan itu, yang memberatkan masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan larangan warung pengecer menjual gas elpiji 3 kg mulai berlaku pada 1 Februari 2025.
Justru , kebijakan tersebut membuat para pengecer yang notabene warung- warung kecil yang ada di Provinsi Lampung terkena dampak atas kebijakan yang dirasa menguntungkan para pengusaha di bawah naungan Hiswana Migas.
Bahkan kebijakan tersebut malah membuat masyarakat tambah repot karena harus bawa KTP dan KK. Serta lokasi dimana keberadaan pangkalan yang ada masyarakat kecil pun tidak mengetahui. Faktanya masyarakat kecil juga masih membeli diatas harga HET di pangkalan.
Belum lagi jika warung kecil pengecer di arahkan menjadi pangkalan, akan menanggung beban pajak juga, kembali korporasi yang di untungkan dengan mengorbankan UMKM.
Seyogyanya pemerintah melalui Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel mengevaluasi dan mengaudit agen serta dapat menyalurkan gas LPG bersubsidi langsung sampai ke titik pangkalan, dengan tidak lagi melibatkan pihak ke tiga (Agen). Karena penugasan Negara melalui Pertamina Patra Niaga Regional itu sampe titik pangkalan. Jadi tidak menimbulkan lagi margin agen, dan biaya operasional lain nya yang menyebabkan naik nya HET gas melon bersubsidi 3 Kg, sebagaimana usulan dari Hiswanamigas ke Pemerintah Provinsi Lampung.
NGO Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Provinsi Lampung, Destria Jaya menilai bahwa pemerintah menaikkan HET dari Rp.18.000 menjadi Rp.20.000 sangat membebani perekonomian masyarakat yang sudah morat marit bertambah parah.
” Kita dapat merasakan hal itu menjadi beban sosial di masyarakat dan mendorong naiknya angka kejahatan dan kriminalitas jalanan. Belum lagi semakin maraknya angka pengangguran dan orang miskin yang menjadi beban sosial masyarakat semakin terasa disekitar kita,” kata Korwil NGO JPK Provinsi Lampung kepada mediari.co pada Selasa (4/2/2025).
Destria mengatakan perihal HET Gas Elpiji 3 Kg yang melebihi dari harga jual di Provinsi Lampung dirasa sudah berlangsung cukup lama. Bahkan bukan hanya kenaikan harga yang dirasakan masyarakat, masyarakat juga harus menghadapi kelangkaan di Agen maupun pengecer.
” Tanpa bermaksud menuduh Pertamina dan Hiswana Migas kenapa seperti tutup mata.
Sedangkan hal ini sudah berlangsung cukup lama namun seperti tidak ada reaksi perbaikan oleh Pertamina maupun Hiswana Migas Cabang Lampung. Jadi dapat disimpulkan jika Pertamina dan Hiswana Migas bukan solusi berarti merupakan bagian dari masalah tersebut toh,” imbuh nya.
Pewarta: Sior Aka Prayudi
Editor: A.Marliansyah